Fire Retardant pada Polimer

Sekarang ini bahan polimer telah digunakan secara luas menggantikan bahan logam di kehidupan kita sehari-hari karena bahan polimer lebih murah dan ringan. Namun bahan polimer mempunyai satu kelemahan besar yaitu sangat mudah terbakar. Untuk mengurangi sifat dapat terbakar (flammable), pemahaman yang baik tentang mekanisme pembakaran polimer diperlukan.

Ada empat tahap utama yang terlibat dalam pirolisis dan pembakaran polimer. Proses pembakaran bahan polimer biasanya dimulai dengan pemanasan pada suhu di mana mulai terjadi degradasi termal; tahap pertama ini disebut sebagai tahapan pengapian (ignition step). Pada tahap kedua, atau tahap pirolisis, polimer yang terdegradasi melepaskan molekul-molekul kecil yang mudah terbakar. Pada tahap ketiga, disebut sebagai langkah pembakaran, molekul-molekul kecil yang dihasilkan pada langkah sebelumnya bergabung dengan oksigen dan terbakar, menghasilkan asap dan panas. Panas yang dihasilkan pada langkah ketiga sebagian kembali ke polimer (feedback step) dan siklus terus terjadi hingga seluruh polimer terbakar. Dengan memperlambat salah satu dari tahapan-tahapan tersebut akan menurunkan sifat flamabilitasnya.

Penurunan sifat flamabilitas dari polimer dapat melalui penambahan senyawa tahan api (fire retardant). Fire retardant bekerja dengan cara mendinginkan, membentuk lapisan protektif atau melalui pelepasan air dan atau CO2. Fire retardant yang biasa digunakan adalah hidroksida logam, senyawa posporus, senyawa yang mengandung halogen dan clay.

Metal hydroxides
Filler anorganik menghambat pembakaran polimer dengan membuang panas dari polimer dan mengurangi suhu api. Contohnya adalah aluminium oksida hidrat, Al2O3.3H2O dan magnesium hidroksida, Mg(OH)2. Senyawa ini di dalam nyala api akan mengalami dekomposisi secara endotermik (menyerap panas), dan melepaskan sejumlah besar uap air ke permukaan polimer. Air akan melarutkan gas yang mudah terbakar. Salah satu kelemahan dari bahan-bahan tersebut adalah bahwa kadar yang tinggi diperlukan untuk mendapatkan sistem tahan api yang baik. Akibatnya sifat mekanik polimer akan menurun.

Phosphorus-containing fire retardants
Banyak retardants api tipe ini yang dikonversi menjadi asam fosfat, yang akan mengeringkan polimer yang berada dalam kondisi terbakar dan membentuk char. Sebagai contoh fosfor oxynitride dan phospham pada 10-20% wt yang ditambahkan ke poli (butylene terephthalate) memberikan peningkatan indeks oksigen dari 22 menjadi 29. Oxynitride fosfor juga ditemukan sebagai pembentuk char. Pembentukan char mempengaruhi sifat tahan api bahan polimer karena bertindak sebagai penghalang yang akan memperlambat transfer panas, mencegah masuknya oksigen ke dalam polimer dan juga mencegah degradasi polimer. Senyawa yang meningkatkan pembentukan char, seperti oxynitride fosfor dan phospham, atau alkohol polifungsional, tepung dan turunan glukosa, telah menunjukkan sifat tahan api pada komposit polimer. Dalam beberapa kasus, fire retardant yang mengandung fosfor dapat berfungsi pada fase uap dengan menghasilkan radikal yang dapat memadamkan api.

Halogenated fire retardants
Untuk memahami mekanisme pemadaman api oleh senyawa terhalogenasi, maka harus diketahui dua reaksi berikut yang terjadi ketika polimer dengan fire retardant dibakar:
(1) RX --> R' + X" dimana X adalah CI atau Br
(2) X' + RH --> R' + HX
Pada dua reaksi di atas, RX adalah halogenated fire retardant dan RH adalah polymer. Dalam kondisi kebakaran, halogenated fire retardant akan menghasilkan radikal halogen dan halogen akan bereaksi dengan polimer untuk membentuk radikal baru dan HX. HX akan memadamkan api dengan bereaksi dengan hidroksil atau hidrogen yang dihasilkan selama dekomposisi polimer. Walaupun material ini dapat memberikan fire retardant yang baik pada loading rendah

1 komentar:

  1. Thank you for sharing this interesting and informative article, painting with airless spray gun will be faster and more interesting!

    BalasHapus